Saya suka rumah di foto atas... Cukup luas, udaranya segar, pemandangan ke depan indah *siang hari kita bisa melihat lembah dengan sawah menghijau, malam hari lampu2 dari kota Cimahi berkilau*, belum lagi arsitektur-nya yang nyeni dan terkesan alami. Yap, jiwa seniman bapak lah yang mengantar rumah ini jadi menyenangkan.
Saking lucunya ni' rumah, beberapa anak kecil sering kali mampir sepulang mereka jalan dari Curug Penganten. Awalnya mereka dengan malu2 berdiri di depan rumah. Lalu saat kami menawari masuk, pelan2 setengah takut mereka masuk. "Kakak, rumahnya lucu sekali...," kata seorang anak kelas 1 SD pada saya yang saat itu kebetulan sedang di rumah orang tua. Pernah juga ada orang yang datang bermaksud meminjam untuk shooting sinetron. Sayang ibu sedang sakit saat itu sehingga permohonan tersebut beliau tolak.
Letaknya terpencil. Di komplek Katumiri Cihanjuang. Tepatnya di Jl. Tetes Embun. Nama2 jalan di komplek itu memang romantis; tetes embun, hijau daun, desir angin, mentari pagi, dan nama2 indah lainnya. Katumiri sendiri berasal dari bahasa Sunda, Katumbiri, yang artinya Pelangi.
Rumah 2 lantai seluas 150 m2 ini berdiri di lahan 300 m2. Samping kiri-kanan, depan-belakang, masih ada ruang untuk tanah tempat menanam berbagai tanaman. Tanaman bunga, sayur, buah, bumbu atau sekedar rumput. Batu bata pendiri rumah sengaja diekspos dan tidak diplester untuk menimbulkan kesan alami, dan menurut saya sih bikin rumah terlihat nyeni. Bagian dalam rumah dibuat simple. Di lantai bawah ada 1 kamar mandi, 2 kamar tidur, dapur, ruang makan dan ruang duduk. Di samping ada teras tempat biasa tamu duduk sambil minum teh menikmati pemandangan. Lantai atas sengaja dibuat dari kayu untuk menimbulkan efek hangat di dinginnya udara Cihanjuang. Hanya ada 2 kamar tidur, ruang duduk serta mushola plus kamar mandi di bagian atas.
Saya meninggali rumah ini hanya 3 minggu. Yap, sepulang dari Jerman, dan sebelum saya menikah. Setelah menikah, saya ngontrak di Jakarta bersama suami. Sementara saat saya berangkat ke Jerman, saya masih tinggal di Cigadung. Rumah yang saya diami sejak saya ingat tentang dunia.
Bapak menjualnya dengan niat awal membangun rumah yang lebih kecil, lebih murah, sehingga ada uang yang tersisa untuk dana cadangan. Maklum adik2 masih membutuhkan biaya.
Nyatanya... jiwa seni Bapak membuat rumah baru yang dibangun pun tetap saja cukup besar. Dan tentu saja membutuhkan anggaran biaya yang besar pula. Akhirnya... sekarang rumah ini sedang ditawarkan untuk dijual.
Ah Bapak... belum setahun tinggal di sini sudah mau dijual lagi. Kami kehilangan villa dong kalo libur ke Bandung :D.
2 comments:
jangaaaaaaaan, jangan dijual dulu sebelom febi mampir sana...he he he. btw, dijual berapa vid? *wink*
----febi----
Mbak Safarindyah dan Ummu Nida..., pengennya juga begituh kalo saya mah. Tapi kan yang punya rumah si Bapak :D.
Eh, Febi berminat? Langsung kontak Bapak aja yah hahaha
Post a Comment