April 20, 2005

Inspiring Writer

Kmaren saya bersihin rak buku dari debu, pekerjaan rutin yang dilakukan tiap hari. Mata saya tertumbuk pada buku Mereka yang Dilumpuhkan, salah satu karya Pramoedya Ananta Toer. Penulis favorit saya. Saya jadi tergerak buat membukanya... Udah lama juga ga baca buku fiksi sejak terakhir baca Da Vinci Code. Halaman pertama ada tulisan tangan: One of my favorite books... Don't forget me, O.K.?! Trus di bawah tulisan itu ada paraf saya. Hihihi.. jadi inget, 2 taun yang lalu sebelum saya berangkat ke Jerman, saya emang meninggalkan benda2 kenangan pada teman2 kantor saya yang cukup dekat. Dalam artian; sering makan siang bareng, kadang jalan bareng pulang kantor, ato kompakan dateng ke kondangan temen kantor yang laen. Waktu itu saya ga tau apa yang Tuhan sediakan di hadapan saya, whether I would be back to Indonesia or just found a new life there. So, meninggalkan kenang2an adalah cara saya merangkai dan menjaga pertemanan saya dengan teman2 yang saya tinggalkan. Takdir Tuhan juga ternyata kalo setaun kemudian salah seorang yang saya beri kenang2an ini jadi suami tercinta, jadi balik lagi deh tu buku jadi milik saya (milik suami kan milik istri juga, ya tho?).

Lanjut... lanjut saya membukanya, dan mulai membacanya kembali. Dan seperti biasa, kembali jadi terhanyut. Rasanya belom ada penulis Indonesia yang dapat memikat saya seperti Pramoedya melakukannya. Saya jadi ingat dulu saat pertama kali membaca bukunya. Satu dari tetralogi-nya yang terkenal. Masih SMA saat itu. Dan bukunya sulit didapat karena dilarang beredar. Fotokopiannya ada berputar di kalangan terbatas. Itu yang saya baca. Cuma satu tapi membekas.
Baru setelah karya2 Pramoedya dapat terbit dengan bebas, saya kembali membaca satu bukunya di sela kesibukan kuliah dan organisasi. Bukunya membahas tentang Kartini dan surat2nya. Saya sering baca sejarah Kartini, sering denger juga, tapi baru buku Pram yang bikin saya tersadar tentang betapa cerdas dan idealisnya Kartini apalagi untuk ukuran wanita yang hidup di zaman tersebut. Buku ini menginspirasi saya untuk lebih progresif, lebih suka membaca dan berpikir, dan lebih banyak berkarya.

Setelah membaca buku tentang Kartini saya mulai kembali membaca buku2 Pramoedya. Diawali dengan tetralogi Buru-nya yang terkenal itu tentu. Hampir tak bisa lepas mata saya membacanya. Rasanya ingin segera menyelesaikannya. Pramoedya bukan hanya pandai mempermainkan kata, mengalirkan cerita dan membuat pembaca larut mencoba membayangkan, tapi juga mampu menghadirkan ideologi, pola pikir, wawasan dan wacana yang menginspirasi pembacanya untuk bertanya, "Sejauh ini ide bagus apa sih yang pernah saya lontarkan, karya bermanfaat apa yang pernah saya ciptakan dan sejauh apa saya mampu menginspirasi orang di sekitar saya untuk lebih banyak berbuat?"

Dunia buku Indonesia, seperti halnya perfilman, sedang kembali menggeliat. Chick-lit dan Teen-lit asli buatan Indonesia mulai membanjir. Saya termasuk orang yang cukup rajin membacanya, mengikuti perkembangan perbukuan di Indonesia. Termasuk orang yang terhibur juga saat membaca dan cukup kagum pada penulis2 muda yang sudah bisa membukukan suatu ide, merangkaikan cerita dan menjadikannya novel2 best seller. Hmm, saya sampe saat ini belom pernah bisa mendapatkan ide yang kemudian cukup layak untuk saya jadikan cerita. Tapi toh, sampai saat ini saya masih saja merindukan kehadiran penulis2 baru sekelas Pramoedya. Is it a dream?

1 comment:

Anonymous said...

senengnya kalo febi bisa nulis kayak Pak Pram, mungkinkah?...*balik nanya*:D
doain aja ya vid, moga2 ke dpn lahir penulis2 berkualitas kayak Pak Pram

-febi, dulu anak 3 :D-