May 12, 2005

Mental Maling

Akhir2 ini, usaha2 pemberantasan korupsi jadi berita yang paling sering muncul di layar gelas. Kasus Bank Mandiri, kasus suap Mulyana, cerita korupsi di KPU adalah top hits yang terus2an ditayangkan setiap langkah kemajuannya.

Coba tengok kasus2 tersebut... Adakah apa yang terjadi di sana hal yang baru dan tak pernah terjadi sebelumnya? Jawabnya tentu saja TIDAK. Pengucuran kredit ke tangan yang sebenarnya sudah teranalisis tidak kompeten namun tetap dilakukan karena faktor "kedekatan pertemanan", penerimaan uang komisi dari rekanan yang mendapat tender proyek... hmmm, hal yang sudah sangat sangat umum terjadi di Indonesia. Tidak hanya di kalangan pemerintahan, tapi juga di sektor swasta. Coba tanya kebanyakan sales engineer, pastilah mereka tidak asing dengan hal tersebut.

Karena lazim terjadi, akibatnya hal ini sering tidak terasa lagi sebagai suatu kesalahan, nurani tak lagi terusik untuk menghakimi tindakan ini sebagai korupsi.
Sebenernya tidak hanya soal besar seperti itu. Tengok penumpang KRL. Berapa banyak diantaranya yang tidak punya tiket dan tetap menikmati fasilitas. Itu juga termasuk kategori korupsi bukan? Oke-lah punya sejuta alasan untuk tidak membayar tiket; tidak ketatnya pemeriksaan, naek KRL tidak nyaman, banyak copet dan tidak difasilitasi dengan seharusnya, dll dsb... tetap saja toh menikmati fasilitas pengantaran sang KRL dari tempat asal ke tempat tujuan. Ya harga itu lah yang harus dibayar. Sikap mental yang seperti ini jadi kebiasaan. Coba tengok penumpang trem di Jerman. Jarang sekali ada kontroler memeriksa, toh tetap orang2 sana disiplin membeli tiket. Tak heran kalo ada pemeriksaan mendadak, jarang sekali orang asli yang kedapatan tak punya tiket. Karena mental mereka memang terdidik untuk membayar apa yang seharusnya dibayar agar mendapatkan hak. Bandingkan dengan orang asing (dalam hal ini orang Indonesia) yang sikap mentalnya beli tiket karena ada pemeriksaan,... kedapatan tidak memegang tiket tampaknya sudah biasa.

Sering saya berpikir, kenapa ya orang yang kebanyakan agnostik, tidak mempercayai pengawasan Tuhan dan pembalasan hari akhir bisa begitu disiplin menunaikan kewajiban untuk mendapatkan hak. Sementara orang Indonesia yang katanya beragama, yang percaya setiap perbuatan di dunia tercatat untuk balasan di akhirat, koq suka banget curi2 untuk ga bayar atas fasilitas yang ingin didapat.
Mungkin salah bunda saat anaknya kecil sering menceritakan pabel Si Kancil Mencuri Ketimun sehingga mental maling itu secara tak langsung tertanam di alam bawah sadar. Hmmm, anak saya nanti ga akan saya ceritain Si Kancil Mencuri Ketimun deeeh....

1 comment:

Barkah said...

eh, gw juga korupsi nih.
koruptor bandwidth dan jam kerja.
make fasilitas kantor buat berkelana kemana-mana...